Bunraku
merupakan jenis teater boneka yang dimainkan dengan iringan nyanyian
bercerita dan musik yang dimainkan dengan shamisen (alat musik petik
berdawai tiga). Bunraku merupakan salah satu jenis ningyo johruri. Istilah bunraku khususnya digunakan untuk ninyo johruri (sandiwara boneka dengan pengiring musik johruri) yang berkembang di Osaka.
Kesenian
ningyo johruri tercipta dari perpaduan sandiwara boneka dan musik
shamisen di awal zaman Edo. Pertunjukan merupakan hasil kreasi tayū bernama Takemoto Gidayu dari kelompok boneka Takemoto-za, serta penulis naskah bernama Chikamatsu Monzemon
dan Ki no Kaion. Kepopuleran ningyo johruri bahkan sempat melampaui
kepopuleran kabuki. Dari akhir abad ke-18 hingga permulaan abad ke-19,
kepopuleran kabuki berbalik melampaui kepopuleran ningyo johruri.
Pemimpin kelompok ningyo johruri bernama Uemura Bunrakuken I yang
melihat situasi tersebut berusaha menghidupkan kembali ningyo johruri
dengan membangun gedung pertunjukan khusus untuk ningyo johruri di
Kōzubashi. Pada tahun1872, Uemura Bunrakuken III memindahkan gedung
pertunjukan ke Matsushima dan menamakan gedung tersebut sebagai
Bunraku-za.
- pertunjukan Bunraku hanya dibawakan oleh laki-laki.
- 3 unsur pertunjukan teater bunraku disebut sangyō yg terdiri dari tayū (penyanyi), pemain shamisen, dan ningyō tsukai (dalang).
- Pertunjukan lazimnya hanya menggunakan seorang tayū yang membawakan dialog untuk semua karakter dalam cerita.
- Pada pementasan cerita yang panjang dan melelahkan bisa terjadi pergantian tayū di tengah-tengah cerita.
- Pada cerita yang perlu dialog bersahut-sahutan, dua tayū atau lebih bisa tampil duduk berjejer di panggung.
- Dalang hanya bertugas menggerakkan boneka, sedangkan semua dialog yang diucapkan boneka menjadi tugas 'tayū' dengan iringan musik shamisen.
- Sebuah boneka dimainkan oleh tiga orang dalang yang disebut ningyō tsukai.
- Di zaman dulu, sebuah boneka hanya digerakkan seorang dalang.
- Di sisi kanan penonton, terdapat panggung yang disebut yuka.
- Di atas yuka terdapat panggung berputar yang menjadi tempat duduk tayū dan pemain shamisen.
- Bagian tubuh dalang dari pinggang ke bawah dihalangi dari pandangan penonton memakai penghalang dari papan kayu yang disebut tesuri.
-
Kesenian ini bermula dari pementasan ningyo johruri oleh seniman Uemura
Bunrakuken I di Osaka sehingga diberi nama "bunraku". secara resmi
dinamakan bunraku sejak akhir Zaman Meiji(1868-1912).
2 Kabuki
Kabuki
merupakan seni teater tradisional dan budaya asli Jepang, yang
menggabungkan antara Bernyanyi dan Menari. Ciri khasnya berupa irama
kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh para aktor, kostum yang
super-mewah, make-up yang mencolok (kumadori), serta penggunaan
peralatan mekanis untuk mencapai efek-efek khusus di panggung.
Sejarah
kabuki dimulai tahun 1603 dengan pertunjukan dramatari yang dibawakan
wanita bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Identitas Okuni
yang benar tidak dapat diketahui secara pasti. Tari yang dibawakan Okuni
diiringi dengan lagu yang sedang populer. Okuni juga berpakaian
mencolok seperti laki-laki dan bertingkah laku tidak wajar seperti orang
aneh ("kabukimono"), sehingga lahir suatu bentuk kesenian garda depan
(avant garde). Panggung yang dipakai waktu itu adalah panggung Noh.
Kesenian garda depan yang dibawakan Okuni mendadak sangat populer,
sehingga bermunculan banyak sekali kelompok pertunjukan kabuki imitasi.
Pertunjukan kabuki yang digelar sekelompok wanita penghibur disebut
Onna-kabuki (kabuki wanita), sedangkan kabuki yang dibawakan remaja
laki-laki disebut Wakashu-kabuki (kabuki remaja laki-laki). Keshogunan
Tokugawa menilai pertunjukan kabuki yang dilakukan kelompok wanita
penghibur sudah melanggar batas moral, sehingga di tahun 1629 kabuki
wanita penghibur dilarang dipentaskan. Pertunjukan kabuki laki-laki daun
muda juga dilarang pada tahun 1652 karena merupakan bentuk pelacuran
terselubung. Pertunjukan Yarō kabuki (kabuki pria) yang dibawakan
seluruhnya oleh pria dewasa diciptakan sebagai reaksi atas dilarangnya
Onna-kabuki dan Wakashu-kabuki. Aktor kabuki yang seluruhnya terdiri
dari pria dewasa yang juga memainkan peran sebagai wanita, melahirkan
"konsep baru" dalam dunia estetika. Kesenian Yarō kabuki terus
berkembang di zaman Edo dan berlanjut hingga sekarang.
-Make-up menonjolkan sifat dan suasana hati tokoh yang dibawakan aktor.
-Kebanyakan lakon mengambil tema masa abad pertengahan atau zaman Edo.
-Semua aktor, sekalipun yang memainkan peranan sebagai wanita, adalah pria.
- Cerita kabuki yang berasal dari didramatisasi kisah sejarah disebut Jidaimono.
-Cerita kabuki dengan kisah berlatar belakang kehidupan masyarakat disebut Sewamono.
-
Di gedung kabuki, cerita yg memerlukan penjelasan ttg berjalannya waktu
ditandai dgn pergeseran layar sewaktu terjadi pergantian adegan.
-Séri (bagian panggung yang bisa naik-turun yang memungkinkan aktor muncul perlahan-lahan dari bawah panggung),
- Chūzuri
(teknik menggantung aktor dari langit-langit atas panggung untuk
menambah dimensi pergerakan ke atas dan ke bawah seperti adegan hantu
terbang).
-Sashigane. adegan yang melibatkan aktor kabuki mengejar kupu-kupu atau burung, pembantu yang disebut Kōken
(asisten di panggung yang sering berpakaian hitam) memegangi tongkat
panjang yang diujungnya terdapat kupu-kupu atau burung yang disebut Sashigane. Dalam bahasa Jepang, istilah “Sashigane” digunakan dalam konotasi negatif “orang yang mengendalikan“
-Kuromaku. malam dinyatakan dengan tirai (maku) berwarna hitam (kuro). Dalam bahasa Jepang, dalam istilah “sekai no kuromaku” (dunia tirai hitam) kata “kuro” (hitam) berubah arti menjadi “jahat“. Dalam bahasa Jepang “kuromaku” berarti Dalang seperti dalam arti “dalang kejahatan“.
3 Noh
Noh atau No (Nō) ialah bentuk
utama drama musik Jepang klasik yang telah dipertunjukkan sejak abad
ke-14 dan merupakan pertunjukan teater tertua di jepang. Noh tersusun
atas mai (tarian), hayashi (musik) dan utai (kata-kata yang biasanya dalam lagu-lagu). Pelakon menggunakan topeng yg dsb omote dan menari secara lambat.
- Biasanya, semua pelakon Noh ialah laki-laki.
- Saat seorang wanita atau anak perempuan muncul di drama ini, aktor pria memainkan perannya dengan mengenakan topeng wanita.
- Ada 3 macam pelakon Noh: shite, waki dan kyogen.
- Shitememerankan pahlawan maupun pahlawati. Ia berbicara, menyanyi, dan menari.
- Waki (berarti "pihak") berperan sebaai kawan Shite, dan biasanya memerankan peran pelancong di tempat tertentu
- Kyogen muncul di pertengahan drama jika memiliki 2 bagian, dan berperan sebagai warga lokal. Ia berbicara kepada Waki dan menyuruhnya melihat apa yang belum dilihatnya sebelum pembicaraan mereka.
Potongan teater Noh diklasifikasikan dalam 5 kelompok.
-Divine; pahlawannya bagaikan Tuhan, tokoh akhirat dsb. Pahlawannya berdoa di akhir drama.
-Shura-mono (Jawara); pahlawan (jarang pahlawati) ialah jawara, biasanya hampir mati.
-Kazura-mono (Wanita); pahlawati dan sering romantika cintanya menjadi fokus.
-Zatsu-no (Serbaneka) ; Noh yang tidak bisa dikelompokkan atas 4 kelompok lainnya.
-Oni-noh (Oni; setan) ; bukan manusia, seperti oni, tengu, peri, singa ialah pahlawan dari jenis ini. Terutama dimainkan di akhir drama.
#Kyōgen
adalah sebuah bentuk teater klasik lelucon yang dipagelarkan dengan
aksi dan dialog yang amat bergaya. Ditampilkan di sela-sela pagelaran
noh, meski sekarang terkadang ditampilkan secara tunggal.
- sebagian besar peran dalam kyōgen tidak diperankan memakai topeng.
-
Kyōgen mengembangkan lebih lanjut unsur-unsur komedi dan seni meniru
gerak-gerik (pantonim) yang ada pada Sarugaku, termasuk naskah dialog
dan penggambaran karakter secara realistik.
- Sebagian besar cerita yang dipentaskan dalam kyōgen adalah cerita satir, cerita yang menertawakan kegagalan, dan cerita humor.
Secara garis besar, kyōgen dikelompokkan menjadi 3 jenis:
-Betsu-kyōgen (kyōgen spesial)
Penampilan aktor kyōgen yang memainkan karakter Sanbasō dalam pementasan cerita noh yang berjudul Okina
-Hon-kyōgen (kyōgen tunggal)
Pementasan
kyōgen secara tunggal dan bukan merupakan bagian pertunjukan noh, kalau
disebut kyōgen biasanya mengacu pada hon-kyōgen.
-Ai-kyōgen (kyōgen selingan)
Kyōgen yang dipentaskan sebagai bagian pertunjukan Noh.
Hon-kyōgen masih dikelompokkan menjadi
beberapa jenis yang bisa berbeda-beda menurut zaman dan aliran. Di tahun
1972, Ōkura Torahirobon mengelompokkan hon-kyōgen menjadi:
-Waki-kyōgen
Cerita bertemakan kebahagiaan dan keberuntungan.
-Daimyō-kyōgen
Cerita bertemakan tuan dan majikan, daimyō menjadi peran utama dalam cerita.
-Shōmyō-kyōgen (kyōgen pesuruh)
Cerita bertemakan tuan dan majikan, pesuruh laki-laki yang disebut tarōkaja menjadi peran utama.
-Mukojo-kyōgen (kyōgen wanita dan menantu pria)
Cerita
tentang menantu pria sebagai peran utama yang menumpang di rumah
mertua, atau cerita humor kehidupan sehari-hari seperti istri yang
mengakali suami atau suami yang tidak bisa diandalkan.
-Oniyamabushi-kyōgen (kyōgen jin dan pertapa)
Cerita dengan raja kematian Yamaraja atau Jin(oni) sebagai peran utama (termasuk cerita jin yang menyamar jadi manusia), dan Yamabushi (pertapa yang berasal dari gunung) sebagai peran utama.
-Shukkezatō-kyōgen
Cerita dengan peran utama pendeta, pendeta baru, atau zatō (tunanetra pengembara yang berpakaian mirip pendeta).
-Atsume-kyōgen (kyōgen serbaneka)
Cerita dengan tema yang tidak termasuk ke dalam hon-kyōgen yang lain.
Rakugo (kata yang jatuh) adalah seni bercerita tradisional Jepang yang mengisahkan cerita humor yang dibangun dari dialog dengan klimaks cerita yang tidak terduga. Cerita dikisahkan sedemikian rupa sehingga di akhir cerita ada klimaks berupa punch line (disebut ochi atau sage) yang membuat penonton tertawa. Rakugo adalah seni yang mulai dikenal sejak zaman Edo.
Seorang pencerita yang disebut rakugoka tampil mengenakan pakaian tradisional Jepang dan bercerita diiringi gerak-gerik dalam posisi duduk seiza. Dalam melakukan gerak-gerik, pencerita kadang-kadang dibantu alat bantu serba guna berupa kipas lipat (sensu) dan saputangan panjang (tenugui).
Sewaktu bercerita, pencerita membawakan ekspresi dari masing-masing karakter dengan menggunakan perbedaan suara, gaya berbicara, ekspresi wajah, dan gerak-gerik, sehingga penonton bisa langsung mengenali pergantian dari satu karakter ke karakter yang lain.
Rakugo merupakan seni bercerita yang sederhana dengan musik latar dan efek suara yang sangat dibatasi. Musik latar hanya digunakan pada rakugo yang dipentaskan di daerah tertentu atau memang bila benar-benar dibutuhkan pada saat karakter tertentu tampil.
Cerita yang menggiring penonton untuk tertawa di akhir cerita karena klimaks yang lucu disebut Otoshibanashi (cerita yang mempunyai ochi atau punch line). Ada juga jenis cerita dalam rakugo yang tidak mempunyai punch line di akhir cerita seperti Ninjōbanashi (cerita drama kehidupan) dan Shibaibanashi (cerita seperti sandiwara).
Pencerita (rakugoka) berpentas di gedung pentas (yose) dengan memungut bayaran dari penonton. Sebelum Perang Dunia II, rakugoka umumnya hanya bertahan hidup dari uang honor yang dihitung berdasarkan persentase pemasukan gedung dari penjualan karcis. Pada zaman sekarang, rakugoka banyak yang hidup senang karena terikat kontrak dengan perusahaan yang bergerak dalam bisnis promotor pertunjukan.
Berdasarkan daerah pementasannya, rakugo terdiri dari dua versi, yakni Edo rakugo (rakugo versi Edo) dan Kamigata rakugo (rakugo versi Kyoto-Osaka) yang bisa langsung dikenali dari perbedaan tata cara dan perlengkapan panggung.
Rakugo bukan merupakan satu-satunya seni bercerita tradisional yang ada di Jepang. Mandan adalah seni bercerita untuk membuat penonton tertawa yang terkenal sejak era Taisho dan berkembang menjadi seni melawak Manzai seperti dikenal sekarang ini. Secara secara garis besar, Mandan mirip dengan rakugo karena pencerita tampil secara tunggal membawakan cerita humor. Perbedaan besar terletak pada cara penyampaian cerita. Pada seni Mandan, pencerita membawakan cerita seperti sedang bercakap-cakap dengan penonton. Pada rakugo, cerita disampaikan dalam bentuk dialog yang diucapkan masing-masing karakter yang muncul. Di luar bagian makura (pengantar), bagian utama cerita hanya mempunyai teks di luar dialog yang menjelaskan latar belakang cerita (ji no bun) dengan seminimal mungkin. Pada bagian cerita yang perlu sedikit pengenduran dari ketegangan, pencerita bisa saja sedikit menyela cerita dengan katarikake (bagian cerita yang bukan dialog).
-Toyotomi Hideyoshi konon senang dihibur dengan cerita dongeng yang dibawakan kelompok pencerita yang dimilikinya. Salah seorang di antaranya bernama Sorori Shinzaemon yang dianggap sebagai nenek moyang pencerita rakugo (rakugoka), walaupun ada pendapat yang mengatakan tokoh ini tidak pernah ada.
5 Nihon Buyo
Nihon buyō (tari Jepang) adalah terjemahan bahasa Jepang untuk istilah bahasa Inggris Japanese dance. Istilah "buyō" pertama kali diperkenalkan oleh budayawan Tsuboichi Souyo dan Fukuichi Genchiro yang yang mengacu pada dua kelompok besar tari klasik Jepang: mai dan odori.
-Mai adalah menari diiringi nyanyian atau musik tradisional dengan seluruh bagian telapak kaki yang tidak pernah diangkat melainkan diseret-seret (suriashi), walaupun kadang-kadang ada juga gerakan menghentakkan kaki. Gerakan tari bisa dilakukan dengan berputar di dalam ruang gerak yang sempit atau seluruh panggung sebagai ruang gerak. Jenis-jenis tari yang tergolong ke dalam Mai: Kagura, Bugaku, Shirabiyoshi, Kusemai, Kowakamai, Noh (Nōgaku), Jiutamai.
-Odori adalah menari diiringi nyanyian atau musik tradisional dengan kaki yang dapat bergerak bebas disertai hentakan kaki untuk mengeluarkan suara, ditambah gerakan tangan yang disesuaikan dengan ritme musik. Nenbutsu Odori dan Bon Odori merupakan contoh tari Jepang yang disebut Odori.